BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Analisa kuantitatif meliputi analisa
titrimetri,grafimetri dan spektrofotometri. Analisa titrimetri atau analisa
volumetric adalah analisis kuantitatif dengan mereaksikan suatu zat yang
dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya
secara teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar
tersebut berlangsung secara kuantitatif. Dalam percobaan dalam laboratorium
kita sebagai mahasiswa kimia sering dipertemukan dengan yang disebutdengan
titrasi. titrasi sendiri merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu
zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Analisa titrimetri ini terbagi lagi menjadi beberapa
macam. Penggolongannya berdasarkan reaksi kimia dan larutan bakunya. Makalah
ini dimaksudkan untuk memahami secara umum macam-macam dari titrasi. Ini akan
memudahkan kita dalam melakukan suatu penelitian terhadap sesuatu zat.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut :
1.
Apa
itu analisa asidimetri, alkalimetri, iodometri, iodimetri, permanganometri, dan
argentometri ?
2.
Bagaimanakah
prinsip, reaksi, dan penentuan titik akhir titrasi asidimetri, alkalimetri,
iodometri, iodimetri, permanganometri, dan argentometri?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Mampu
memahami analisa asidimetri, alkalimetri, iodometri, iodimetri,
permanganometri, dan argentometri.
2.
Mampu
memahami prinsip, reaksi, dan penentuan titik akhir titrasi asidimetri, alkalimetri,
iodometri, iodimetri, permanganometri, dan argentometri
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
ASIDIMETRI
1. Pengertian Analisa Asidimetri
Asidimetri
adalah analisa titrimetri yang menggunakan larutan baku asam kuat sebagai
titrannya dan sebagai analitnya adalah basa atau senyawa yang bersifat basa.
Larutan baku
adalah larutan yang diketahui volume dan normalitasnya dengan benar untuk
menentukan konsentrasi larutan yang lain.
Biasanya
dilakukan dengan jalan titrasi bersama larutan basa yang telah diketahui konsentrasinya,
yaitu larutan baku dan suatu indikator untuk menunjukkan titik akhir titrasi.
Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara
stokiometri antara zat yang dianalisis dan larutan standar. Titik akhir titrasi
adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indicator yang menunjukkan
titik ekuivalen reaksi antara zat yyang dianalisis dan larutan standar.
Pada umumnya,
titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir
titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi
hasil analisis pada suatu senyawa.
Ekuivalen
dari suatu basa, adalah massa basa yang mengandung suatu gugus hidroksil yang
tergantikan. Sedangkan Ekuivalen dari asam, adalah massa asam yang mengandung
sutu gugus hidroksil yang tergantikan.
2.
Prinsip
Acidimetri
Pada prinsipnya, asidimetri merupakan
penetralan suatu asam dengan basa dan titik netral di tentukan oleh indicator.
Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau basa
lemah.
3. Pembakuan Cara Asidimetri
Pembakuannya
dapat ditetapkan berdasarkan pada prinsip netralisasi asam basa (melalui
asidimetri) diantaranya adalah
menggunakan :
1.
Asam-asam seperti HCl, H2SO4,
CH3COOH, H2C2O4, dan
2.
Basa-basa seperti NaOH, KOH, Ca(OH)2, Ba(OH)2,
NH4OH.
4. Cara Analisa Asidimetri
Reagen yang dibutuhkan :
1.
Aquades
2.
Asam Oxalat (H2C2O4)
0,1 N
3.
Phenophtalein (PP) 0,1% dalam alcohol 60%
4.
NaOH 0,1 N
5.
Methyl Red (MR) 0,1 %
6.
Methil Orange (MO) 0,1 %
Prosedur :
1.
Timbang sejumlah kristal asam oxalate (bisa dipipet)
yang setara dengan O, N sesuai dengan kebutuhan.
2.
Masukkan ke dalam gelas kimia dan larutkan dengan
sedikit aquades
3.
Pindahkan larutan tersebut kedalam labu ukur dengan
menggunakan corong
4.
Encerkan dengan aquades sampai tanda batas dan
homogenkan dengan mengocok 12 x
5.
Ambil dengan pipet gondok 10 ml larutan asam oxalate
kedalam Erlenmeyer, tambahkan 3 tetes indicator PP 0,1 %
6.
Kemudian titrasi dengan basa NaOH 0,1 N
7.
Titik akhir dari titrasi adalah merah muda (pink)
8.
Lakukan percobaan ini paling sedikit 3 x
9.
Ulangi percobaan sesuai dengan diatas tetapi
menggunakan indikator Methyl
Red 0,1 % dan Methyl Orange 0,1 %
10.
Hitung normalitas NaOH dengan rumus :
V1 x N1 = V2 x N2
Atau memakai rumus
Keterangan :
G = berat
NaOH yang ditimbang dan dilarutkan sesuai dengan kebutuhan
N =
normalitas
BM = Berat
Molekul
Val = Valensi
Vol = Volume
zat yang dibutuhkan
Reaksi:
H
2C
2O
4
+ 2NaOH
Na
2C
2O
4
+ H
2O
Titik Akhir Titrasi
Titik Akhir Titrasi larutan ditandai dengan berubahnya warna
larutan menjadi merah muda (pink )
B. ALKALIMETRI
1.
Pengertian Alkalimetri
Titrasi
alkalimetri adalah suatu proses titrasi untuk penentuan konsentrasi suatu asam
dengan menggunakan larutan basa sebagai standar. Reaksi yang terjadi pada Faktor utama dalam menentukan pengukuran
adalah H⁺ dan OH⁻
dalam larutan, baik sebagai titrat maupun sebagai titran. Karena itulah dalam
mempersiapkan larutan pemeriksaan harus
menggunakan air suling sebagai pelarut, sebab air suling adalah netral.
Dalam
titrasi alkalimetri , didalam titrat asam sudah mempunyai harga pH tertentu.
Perjalanan titrasi dengan penambahan titran yang akan menyebabkan perubahan pH
, yang pada suatu saat nanti dimana titrat = meq mempunyai pH tertentu.
Pada
saat tercapai titik ekivalen, penambahan sedikit asam atau basa akan menyebabkan
perubahan pH yang sangat besar. Perubahan pH yang besar ini seringkali
dideteksi dengan zat yang disebut indikator., yaitu senyawa organik yang akan
berubah warnanya dalam rentang pH tertentu. Zat indikator dapat berupa asam
atau basa yang larut , stabil, dan menunjukan perubahan warna yang kuat.
Indicator asam basa terletak pada titik ekuivalen dan ukuran dari pH.
2. Reaksi
Alkalimetry
Reaksi –reaksi kimia
yang dapat diterima sebagai dasar penentuan titrimetri asam-basa adalah:
1.
Jika HA merupakan asam yang akan
ditentukan dan BOH sebagai basa, maka reaksinya adalah : HA+OH→A⁻+H20
2.
Jika BOH merupakan basa yang akan
ditentukan dan HA sebagai asam, maka reaksinya adalah : BOH+H⁺→B⁺+H2O
Reaksi antara asam
kuat dengan basa kuat :
HCl
+ NaOH NaCl + H2O
Dari
kedua reaksi diaatas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam basa
adalah reaksi penetralan. Kemungkinan reaksinya terjadi
antara asam kuat dan basa kuat, asam lemah dan basa kuat,serta basa lemah dan
asam kuat. Khusus asam lemah dan basa lemah tidak dapat digunakan dalam analisis
kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang terbentuk akan terhidrolisis
kembali sehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini disebabkan
bahwa titran biasanya merupakan larutan baku elektrolit kuat seperti NAOH dan
HCl.
Rumus
umum titrasi :
Perhitungan
titrasi asam basa didasarkan pada reaksi penetralan, menggunakan dua macam cara
yaitu, berdasarkan logika bahwa pada reaksi penetralan, jumlah ekivalen asam
yang bereaksi sama dengan jumlah ekivalen basa.
Diketahui : garam ekivalensi = Volume (V) x Normalitas
(N)
Maka
pada titik ekivalen : V asam xN asam = V basa x N basa atau
V₁xN₁=V₂xN₂
Pada
saat titik ekuivalen maka mol ekuivalen asam akan sama dengan mol ekuivalen
basa, maka hal ini dapat ditulis
Mol-ekivalen
asam = mol-ekuivalen
basa
Kita tidak menggunakan molaritas(M)
disebabkan dalam keadaan reaksi yang telah berjalan sempurna (reagen yang
sama-sama adalah mol ekuivalen bukan mol. Mol ekuivalen dihasilkan dari
perkalian norma.itas dengan volume. Tidak semua zat bisa ditentukan dengan cara
titrasi akan tetapi kita harus memperhatikan syarat-syarat titrasi untuk
mengetahui zat apa saja yang dapat ditentukan dengan metode titrasi yang ada.
Mengenal berbagai macam peralatan yang dipergunakan dalam titrasipun sangat
berguna agar ktia mahir melakukan teknik titrasi.
3.
Prinsip
dasar titrasi alkalimetri
Prinsipnya adalah reaksi
netralisasi, yaitu pembentukan garam dan H2O netral (pH=7) hasil reaksi antara
H⁺ dari suatu asam dan OH⁻
dari suatu basa. Prinsip dasar titrasi alkalimetri terdapat pada pengukuran pH
larutan yang menjadi dasar penentuan titik akhir dan perhitungan titrasi
tersebut. Penentuan titik ekuivalen atau titik akhir pada titrasi alkali ini
sangat sulit dilakukan , karena untuk menyetarakan antara larutan pereaksi dan
tereaksi sangat sulit, oleh karena itu , indicator penghitung asam – basa
sangat diperlukan pada titrasi ini.
Adapun cara mengetahui
titik ekuivalen yaitu :
1. Memakai
pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian
membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi ,
titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekuivalen.
2. Memakai
indikator asam- basa . indicator ditambahkan pada titran sebelum proses titrasi
dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen,
terjadi,pada saat inilah titrasi dihentikan.
4.
Titik
akhir titrasi
Titik akhir Titrasi
adalah
keadaan diamana reaksi telah berjalan dengan sempurna yang biasanya ditandai
dengan pengamatan visual melalui perubahan warna indicator. Indikator yang digunakan misalnya phenophtalin maka TAT dari titrasi adalah
warna pink.
Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa
organic yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan
warna pada indicator tersebut . jumlah indicator yang ditambahkan ke dalam
larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indicator tidak
mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk
terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin.
C. IODOMETRI
1. Pengertian Analisa Iodometri
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang
secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi III,
tembaga II. Zat-zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk
iodin. Iodin yang tebentuk ditentukan dengan menggunakan larutan baku natrium
tiosulfat. Iodometri digunakan untuk menentukan zat pengoksidasi, misalnya
penentuan zat oksidator H2C2.
2. Prinsip Iodometri
Titrasi iodometri termasuk dalam titrasi
dengan cara titrasi tidak langsung, dalam hal ini ion iodide sebagai pereduksi
diubah menjadi iodium yang nantinya dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3.
Cara ini digunakan untuk penentuan oksidator H2O2. Pada
oksidator ditambahkan larutan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang
akan dititrasi dengan Na2S2O3. Sebagai indikator,
digunakan larutan amilum.
3. Dasar Reaksi
K2Cr2O7 + HCl 2KCl + 2CrCl3 + 3Cl2 + 7H2O
Cl2 + 2KI 2KCl
+ I2 (merah kecoklatan )
I2 + Na2S2O3 NaI + Na2S2O6
(kuning kehijauan )
Dalam hal ini iodide sebagai pereduksi
diubah menjadi iodium. Iodium yang terbentuk dititrasi dengn larutan natrium
tiosulfat. Cara iodometri digunakan untuk
menentukan zat pengoksidasi, misalnya penentuan zat oksidator H2O2.
pada oksidator ini ditambahkan
laruan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang kemudian
dititrasi dengan Na2S2O3. Untuk menentukan
apakah I2 telah habis bereaksi, maka ditambahkan amilum sehingga
larutan berwarna biru gelap. Apabila warna biru gelap telah hilang tandanya I2
telah habis bereaksi dengan Na2S2O3.
Larutan standar yang yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah
natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia
sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.
larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat
padat digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium
murni merupakan standar yang paling nyata, tetapi jarang diunakan karena
kesukaran dalam penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunkan pereaksi yang
kuat yang membebaskan iodium dari iodida, suatu proses iodometrik (
Underwood,1986).
4. Titik Akhir Titrasi
TITIK akhir titrasiredoks dapatdilakukan
dengan mengukur potensial larutan dan dengan menggunakan indikator. Indikator
yang digunakan adalah amilum 1 %. Titik akhir titrasi pada iodometri tercapai
apabila warna biru gelap telah hilang dan menjadi hijau muda terang. Sedangkan
TAT dengan mengukur potensial memerlukan
voltmeter
D.
IODIMETRI
1. Pengertian
analisa iodimetri
Iodimetri merupakan
titrasi langsung dan merupakan metoda penentuan atau penetapan kuantitatif yang
pada dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang bereaksi dengan sample
atau terbentuk dari hasil reaksi antara sample dengan ion iodida . Iodimetri
adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai penitar. Titrasi iodimetri
merupakan titrasi langsung terhadap zat – zat yang potensial oksidasinya lebih
rendah dari sistem iodium – iodida, sehingga zat tersebut akan teroksidasi oleh
iodium.
Iodimetri ini terdiri dari 2, yaitu:
a. Iodimetri metode langsung, bahan pereduksi
langsung dioksidasi dengan larutan baku Iodium. Contohnya
pada penetapan kadar Asam Askorbat.
b. Iodimetri metode residual ( titrasi balik),
bahan pereduksi dioksidasi dengan larutan baku iodium dalam jumlah berlebih,
dan kelebihan iod akan dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat.
Contohnya pada penetapan kadar Natrium Bisulfit.
Dalam titrasi iodimetri, iodin dipergunakan sebagai sebuah agen
pengoksidasi, namun dapat dikatakan bahwa hanya sedikit saja substansi yang
cukup kuat sebagai unsur reduksi yang dititrasi langsung dengan iodin. Karena
itu jumlah dari penentuan-penentuan iodimetrik adalah sedikit.
Substansi-substansi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur reduksi untuk
dititrasi langsung dengan iodin yaitu zat-zat dengan potensial reduksi yang
jauh lebih rendah adalah tiosulfat, arsenik (III), antimon (III), sulfida,
sulfit, timah (II) dan ferosianida, zat-zat ini bereaksi lengkap dan cepat
dengan iod bahkan dalam larutan asam. Dengan zat pereduksi yang agak lemah,
misal arsen trivalen atau stibium trivalen, reaksi yang lengkap hanya akan
terjadi bila larutan dijaga tetap netral atau sangat sedikit asam, pada kondisi
ini potensial reduksi dari zat pereduksi adalah minimum atau daya mereduksinya
adalah maksimum.
Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri
merupakan oksidator yang lemah. Prinsip penetapannya yaitu apabila zat uji
(reduktor) langsung dititrasi dengan larutan iodium. ( I2 ) sebagai
larutan standart.
Reaksinya : Reduktor → oksidator + e
I2 + 2e → 2I
2. Prinsip dan Reaksi Titrasi
Iodimetri
Penetuan kadar dari sampel yang
bersifat reduktor dengan melarutkannya dengan pelarut yang sesuai kemudian
diasamkan dengan Asam sulfat/asam asetat/asam klorida, kemudian dititrasi
dengan Iodida yang bersifat oksidator hingga terjadi perubahan warna dari
bening menjadi biru.
Dalam metoda analisis ini , analat
dioksidasikan oleh I2 , sehingga I2 tereduksi menjadi ion
iodida :
A ( Reduktor ) + I2 →
A ( Teroksidasi ) + 2 I -
Iod merupakan oksidator yang tidak
terlalu kuat (lemah) , sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor kuat yang
dapat dititrasi. I2 + 2 e - → 2 I-
Iod merupakan zat padat yang sukar
larut dalam air (0,00134 mol/L) pada 25◦C , namun sangat larut dalam
larutan yang mengandung ion iodida . iod membentuk kompleks triiodida dengan
iodida :
I2 + I-
→ I3-
Ion cenderung dihidrolisis membentuk asam iodide dan
hipoiodit :
I2 + H2O
→ HIO + H+ + I-
Larutan standar iod harus disimpan
dalam botol gelap untuk mencegah peruraian HIO oleh cahaya matahari .
2HIO
→ 2 H+ + 2 I- +O2 (g)
Warna larutan iod 0,1 N cukup tua
sehingga iod dapat bertindak sendiri sebagai indikator . Iod juga memberikan
suatu warna ungu atau lembayung pada pelarut seperti CCl4 atau
kloroform, dan kadang-kadang itu digunakan untuk mendeteksi titik akhir. Namun
lebih lazim digunakan suatu larutan kanji, karena warna biru tua kompleks
pati-iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod. Kepekaan itu lebih besar
dalam larutan sedikit asam dari pada dalam larutan netral dan lebih besar
dengan adanya ion iodida . Molekul iod diikat pada permukaan beta amilosa,
suatu konstituen kanji.
Larutan iod merupakan larutan yang
tidak stabil , sehingga perlu distandarisasi berulang kali. Sebagai Oksidator
lemah, iod tidak dapat bereaksi terlalu sempurna, karena itu harus dibuat
kondisi yang menggeser kesetimbangan kearah hasil reaksi antara lain dengan
mengatur pH atau dengan menambahkan bahan pengkompleks.
Larutan iod sering distandardisasi
dengan larutan Na2S2O3 . selain itu bahan baku
primer yang paling banyak digunakan ialah As2O3 pada pH
tengah, Berdasarkan reaksi :
I2 + 2 e-
→ 2 I- E◦= 0,536 volt
H3AsO3 + H2O
→ H3AsO4 + 2 H+ + 2 e-
E◦= 0, 559 volt
———————————————————————–
H3AsO3 + H2O + I2
H3 → AsO4 + 2 H+ + 2 I-
E◦= -0,023 volt
Reaksi diatas menunjukkan , bahwa
sebenarnya iod terlalu lemah untuk mengoksidasi H3AsO4 .
Namun dengan mentitrasi pada pH cukup tinggi , maka kesetimbangan digeser
kekanan ( H+ yang terbentuk diikat oleh OH- dalam larutan
yang berkelebihan OH- itu) . Pada umumnya pH tersebut diantara 7 dan
9, tidak terlalu basa , karena akan mendorong disproporsional I2
terlalu banyak .Untuk mengatur pH tersebut ,larutan yang agak asam dijenuhi
dengan NaHCO3 yang akan menghasilkan penahan dengan pH antara 7 dan
8.
Metode titrasi langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu
larutan iod standar. Metode titrasi tak langsung (iodometri) adalah berkenaan
dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia.
Pada metode iodimetri dan iodometri, larutan harus dijaga supaya pH larutan
lebih kecil dari 8 karena dalam larutan alkali iodium bereaksi dengan
hidroksida (OH-) menghasilkan ion hipoiodit yang pada akhirnya
menghasilkan ion iodat menurut reaksi :
I2 + OH-
HI +
IO-
3IO-
IO3- + 2I-
Sehingga apabila ini terjadi maka potensial oksidasinya lebih besar
daripada iodium akibatnya akan mengoksidasi tiosulfat (S2O32-)
tapi juga menghasilkan sulfat (SO42-) sehingga
menyulitkan perhitungan stoikiometri (reaksi berjalan tidak kuantitatif). Oleh
karena itu, pada metode iodometri tidak pernah dilakukan dalam larutan basa
kuat.
Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu
larutan iodium dalam kalium iodida dan karena itu spesi reaktifnya adalah ion
triiodida (I3⁻). Untuk tepatnya semua persamaan yang melibatkan
reaksi-reaksi iodium seharusnya ditulis dengan I3⁻ dan bukan I2
,misal :
I3⁻ + 2S2O32⁻
3I⁻ + S₄O62⁻
Reaksi diatas lebih akurat dari pada :
I2 + 2S2O32⁻
2I⁻+S₄O62⁻
namun demi
kesederhanaan untuk selanjutnya penulisan larutan iodium dengan menggunakan I2
bukan dengan I3.
Subtansi-subtasi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur reduksi untuk
dititrasi langsung dengan iodin adalah tiosulfat, arsenik(III), antimony(III),
sulfida, sulfit, timah(II), dan ferosianida.
3. Titik Akhir Titrasi
Indikator
yang digunakan adalah amilum yang akan memberikan warna biru pada titik akhir
penitaran .
E. PERMANGANOMETRI
1. Pengertian Analisa Permanganometri
Permanganometri
adalah penetapan kadar zat berdasarkan hasil oksidasi dengan KMnO4.
2. Prinsip dan Reaksi
Permanganomeri merupakan titrasi redoks yang larutan
bakunya bersifat sebagai oksidator.Metode permanganometri
didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat.
MnO4- +
8H+ + 5e → Mn 2+ + 4H2O
Kalium
permanganat dapat bertindak sebagai indicator, jadi titrasi pemanganometri ini
tidak memerlukan indikator, dan umumnya titrasi dilakukan dalam suasana asam
karena karena akan lebih mudah mengamati titik akhir titrasinya. Namun ada
beberapa senyawa yang lebih mudah dioksidasi dalam suasana netral atau alkalis
contohnya hidrasin, sulfit, sulfida, sulfida dan tiosulfat .
Reaksi permanganometri
KMnO4
+ H2C2O4 + H2SO4 K2SO4 + MnSO4
+ CO2 + H2O
Beberapa
ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan
permanganometri seperti:
a. Ion-ion
Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (II) yang dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah
endapan disaring dan dicuci dilarutkan dalam H2SO4
berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat
inilah akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam
yang bersangkutan
b. Ion-ion
Bad an Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah disaring,
dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku FeSO4
berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya
dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi
permanganometri, antara lain terletak pada: Larutan pentiter KMnO4-
pada buret Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4
pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2, reaksinya
4 KMnO4 + 2 H2O
4 KOH + 4 MnO2 + 3O2
sehingga pada titik akhir titrasi akan
diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna
merah rosa. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti
H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4
dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan
Mn2+.
MnO4-
+ 3Mn2+ + 2H2O ↔ 5MnO2 + 4H+.
Penambahan KMnO4 yang terlalu
lambat pada larutan seperti H2C2O4
yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin
akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian
terurai menjadi air.
H2C2O4 + O2 ↔ H2O2
+ 2CO2↑
H2O2 ↔ H2O + O2↑
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan
jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk titrasi yang pada akhirnya akan
timbul kesalahan titrasi permanganometri yang dilaksanakan.
Reaksi reduksi ion permanganat tergantung
pada suasana, yaitu:
a. Suasana asam
Dalam suasana asam ion permanganat (MnO4- )
yang berwarna ungu mengalami reduksi menjadi Mn2+ yang tidak berwarna ungu. Reaksinya :
MnO4- + 8H+ + 5e →
Mn 2+ + 4H2O
b. Suasana netral
Dalam suasana netral, MnO4- direduksi menjadi
MnO2 yang
mengendap.
Reaksinya:
MnO4 +
4H+ + 3e → MnO2 +2H2O
c. Suasana
alkalis
Reaksinya:
MnO4- +
3e → MnO42-
MnO42- +
2H2 O + 2e → MnO2 + 4OH-
MnO4- +
2H2 O + 3e → MnO2 +4OH-
Reaksi
ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam larutan netral. Karena
alasan ini larutan kalium permanganat jarang dibuat dengan melarutkan
jumah-jumlah yang ditimbang dari zat padatnya yang sangat dimurnikan misalnya
proanalisis dalam air, lebih lazim adalah untuk memanaskan suatu larutan yang
baru saja dibuat sampai mendidih dan mendiamkannya diatas penangas uap selama
satu/dua jam lalu menyaring larutan itu dalam suatu penyaring yang tak
mereduksi seperti wol kaca yang telah dimurnikan atau melalui krus saring dari
kaca maser.
Permanganat
bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan pereaksi ini,
namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis
untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa banyak reaksi
permanganat berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan
ditemukan dalam penggunaan reagen ini sebagai contoh, permanganat adalah agen
unsur pengoksida, yang cukup kuat untuk mengoksidaMn(II) menjadi MnO2 sesuai
dengan persamaan
3Mn2+ + 2MnO4- +
2H2O → 5MnO2 + 4H+
Kelebihan
sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup untuk
mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2 .
Tindakan
pencegahan khusus harus dilakukan dalam pembuatan larutan permanganat. Mangan
dioksidasi mengkatalisis dekomposisi larutan permanganate. Jejak-jejak dari MnO2 yang
semula ada dalam permanganat. Atau terbentuk akibat reaksi antara permanganat
dengan jejak-jejak dari agen-agen produksi didalam air, mengarah pada
dekomposisi. Tindakan ini biasanya berupa larutan kristal-kristalnya, pemanasan
untuk menghancurkan substansi yang dapat direduksi dan penyaringan melalui
asbestos atau gelas yang disinter untuk menghilangkan MnO2. Larutan
tersebut kemudian distandarisasi dan jika disimpan dalam gelap dan tidak
diasamkan konsentrasinya tidak akan banyak berubah selama beberapa bulan.
Dalam titrasi
permanganometri, tidak dibutuhkan indikator karena perubahan warna dari tidak
berwarna menjadi merah muda menunjukan titik akhir suatu titrasi warna yang
diperoleh pun harus sudah dalam keadaan tetap, artinya saat melakukan
pengadukan, warna merah muda yang muncul tidak hilang, hal ini menunjukan titik
kestabilan. Dalam hal ini terjadi reaksi oksidasi dan reduksi:
Oksidasi : H2C2O4 CO2 +
2H+ +2e-
Reduksi : MnO4- + 8 H+ Mn2+ +
4 H2O
3.
Titik Akhir Titrasi
TAT ditandai dengan munculnya warna merah muda pertama
tidak hilang selama 30 detik.
F. ARGENTOMETRI
1. Pengertian Argentometri
Argentometri merupakan salah satu cara untuk
menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar
pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan
yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak
nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga
seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan.
(Al.Underwood,1992)
2.
Prinsip
Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan
menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini
adalah ion halida (Cl-, Br-, I-). (Khopkar,1990)
Hasil kali
konsentrasi ion-ion yang terkandung suatu larutan jenuh dari garam yang sukar larut pada suhu tertentu
adalah konstan. Misalnya suatu garam yang sukar larut AmBn dalam larutan akan
terdisosiasi menjadi m kation dan n anion.
AmBn → mA++
nB-
Hasil kali kelarutan = (CA+)M × (CB-)N titrasi
argentometri adalah titrasi dengan menggunakan perak nitrat sebagai titran
dimana akan terbentuk garam perak yang sukar larut. Jika larutan perak nitrat
ditambahkan pada larutan kalium sianida maka mula-mula akan terbentuk endapan
putih yang pada pengadukan akan larut membentuk larutan kompleks yang stabil .
AgNO3+2KCN →K(Ag(CN)2)+KNO3
Ag+ + 2 nn- → Ag(CN)2
Jika reaksi
telah sempurna maka reaksi akan berlangsung lebih lanjut membentu senyawa
kompleks yang tak larut
Ag+ (Ag(CN)2)- → Ag(Ag(CN)2)
Titrasi argentometri ialah
titrasi dengan menggunakan perak nitrat sebagai titran di mana akan terbentuk
garam perak yang sukar larut. Metode
argentometri disebut juga sebagai metode pengendapan karena
pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relative tidak larut atau
endapan. Argentometri merupakan metode
umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk
endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu.
3.
Metode
1. Metode Mohr
(pembentukan endapan berwarna)
Metode Mohr
dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral
dengan larutan standar AgNO3
dan penambahan
K2 CHO4 sebagai indicator (Sindjia, 2013).
Titrasi mohr dari klorida dengan ion perak yang dalam
hal ini ion kromat digunakan sebagai indicator. Penampilan utama yang tetap
dari endapan perak kromat yang kemerah-merahan dianggap sebagai titik akhir
titrasi (Anonim). Titrasi mohr terbatas pada larutan-larutan dengan harga pH
6-10 (Underwood; 228).
Metode Mohr
biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan AgNO3
sebagai titran dan K2CrO4¬ sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan
adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan
warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hamper mencapai titik
ekivalen, semua ion Cl- hamper berikatan
menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3,
memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N.(Alexeyev,V,1969)
Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran,
sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik
akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+.
Reaksi :
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:
Ag+(aq) +Cl-(aq) ↔ AgCl(s)↓
Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:
2Ag+(aq) + CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)↓
Pengaturan
pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu tinggi,
dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga
titran terlalu banyak terpakai.
2Ag+(aq) + 2OH-(aq) ↔ 2AgOH(s)↓ ↔ Ag2O(s)↓ + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72- karena
reaksi
2H+(aq) + 2CrO42-(aq) ↔ Cr2O72- +H2O(l)
Yang
mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau
sangat terlambat. Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila
tidak, maka secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan
indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan
AgCl yang terbentuk kemudian; akibatnya ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak
tajam.
2. Model Valhard
(Penentu zat warna yang mudah larut).
Metode ini
digunakan dalam penentuan ion Cl+,
Br-, dan I- dengan penambahan larutan standar AgNO3
. Indikator yang dipakai adalah Fe3+
dengan titran NH CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan
titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih.
Metode
Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+ sebagai
indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan
Ag, membentuk endapan putih.
Ag+(aq) + SCN-(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)
Sedikit
kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks
yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq)+Fe3+(aq) ↔ FeSCN2+(aq)
Yang larut
dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.
Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara
Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN-
sedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan
X- ditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu
dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan
Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX:
Ag+(aq) (berlebih)+ X-(aq) ↔AgX(s) ↓
Ag+(aq)(kelebihan)+SCN-(aq) (titrant)↔AgS CN(s) ↓
SCN-(aq) + AgX (s) ↔ X-(aq) + AgSCN(aq) ↓
Bila hal ini terjadi, tentu saja
terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga
titik akhirnya melemah (warna berkurang). Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak
boleh sembarang, karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator,
sehingga kedua reaksi itu saling mempengaruhi.
Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk
penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida: perak nitrat standar
berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh, dan kelebihannya
ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan larutan yang
harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan
cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan
arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan asam.
3. Motode Fajans
(Indikator Absorbsi)
Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama
seperti pada cara Mohr,
hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan.Indikator yang
digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau
fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+.Titrannya adalah AgNO3
hingga suspensi violet menjadi merah. Ph tergantung
pada macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap
oleh permukaan endapan dan menyebabkan
timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen
antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik
ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai
ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan
digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan
sekunder. (Khopkhar,SM.1990)
4. Titik
Akhir Titrasi Argentometri
Penentuan titik akhir titrasi
argentometri sebagai berikut:
a. Cara Mohr indikator CrO
TAT ditandai dengan terbentuknya endapan
merah bata.
b. Cara Volhard indikator Fe3+
TAT ditandai dengan terbentuknya larutan
berwarna merah kecoklatan.
c. Cara Fajans, fluorescein (indikator
adsorpsi)
TAT ditandai dengan terbentuknya larutan
berwarna pink.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asidimetri
adalah analisa titrimetri yang menggunakan larutan baku asam kuat sebagai
titrannya dan sebagai analitnya adalah basa atau senyawa yang bersifat basa.
Titrasi alkalimetri adalah suatu proses titrasi untuk penentuan konsentrasi
suatu asam dengan menggunakan larutan basa sebagai standar. TAT dari asidimetri dan alkalimetri adalah terbentuknya
warna pink. Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung
untuk zat yang bersifat oksidator. TAT-nya warna hijau muda terang. Sedangkan
iodimetri merupakan titrasi langsung dan merupakan metoda
penentuan atau penetapan kuantitatif yang pada dasar penentuannya adalah jumlah
I2 yang bereaksi dengan sample. Indikator yang digunakan adalah
amilum yang akan memberikan warna biru pada titik akhir penitaran . Permanganometri
adalah penetapan kadar zat berdasarkan hasil oksidasi dengan KMnO4. Selanjutnya Argentometri merupakan
salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan
dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+.
B.
Saran
Dalam melakukan titrasi asidimetri, alkalimetri,
iodometri, iodimetri, permanganometri, maupun argentometri haruslah
memperhatikan prinsip dan metode yang apa yang digunakan dalam proses titrasi
tersebut. Serta memperhatikan titik akhir yang seharusnya terjadi.
Daftar Pustaka
Brady, james E
1994 “ Kimia Universitas Edisi Kelima”.
Jilid pertama. Penerbit Erlangga: Jakarta
Day, R.Ajr
and, A. L. Underwood 1998 “ Analisis
Kimia Kuantitatif”. Edisi Revisi Terjemahan. R.Soendoro dkk. Erlangga:
jakarta
HAM, Mulyono.2008.
Membuat Reagen Kimia di Laboratorium.Jakarta:
Bumi Aksara